Suatu
hari, di sebuah kota kecil, tampak seorang remaja tertarik melihat
iklan lowongan pekerjaan sebagai pengantar barang di sebuah toko. Anak
itu pun kemudian menemui pemilik toko untuk melamar pekerjaan tersebut.
“Kami memang membutuhkan orang untuk membantu mengirimkan barang-barang pesanan ke pelanggan,” kata pemilik toko.
“Mengenai pekerjaan ini, bolehkan saya mengajukan enam pertanyaan kepada bapak?” tanya remaja itu kepada pemilik toko.
“Silakan,” jawab pemilik toko.
“Pertama,
berapa gaji bulanan yang akan saya terima? Kedua, jam berapa mulai
bekerja dan sampai pukul berapa? Ketiga, berapa lama waktu yang
diberikan untuk istirahat dan makan siang setiap harinya? Lalu keempat,
berapa hari libur selama setahun? Dan kelima, berapa biaya pengobatan
yang diberikan bila saya sakit?” tanya anak tersebut.
Setelah
pemilik toko menjawab kelima pertanyaan tersebut dengan jelas.
Si anak mengajukan pertanyaannya yang keenam, “Apakah ada sepeda yang bisa digunakan untuk tugas mengantar barang ke pelanggan?”
Si anak mengajukan pertanyaannya yang keenam, “Apakah ada sepeda yang bisa digunakan untuk tugas mengantar barang ke pelanggan?”
“Wah,
kami tidak menyediakan sepeda untuk mengantarkan barang barang itu,
tetapi…..” Belum selesai pertanyaan dijawab, si anak memotong ucapan
pemilik toko.
“Oh, kalau begitu saya tidak jadi melamar pekerjaan ini.” Kemudian dia bergegas pergi meninggalkan toko.
Dua
jam kemudian, ada seorang remaja lain yang datang ke toko tersebut
dengan maksud sama seperti remaja sebelumnya, yaitu mengisi lowongan
pekerjaan di toko tersebut.
Setelah tahu jenis pekerjaan yang ditawarkan, si anak pun setuju untuk mulai bekerja d sana.
“Apakah kamu perlu tahu berapa gaji disini?” tanya pemilik toko dengan ramah.
“Tidak
perlu,” jawab pelamar itu dengan sopan. “Saya lihat bapak adalah orang
yang baik dan bijaksana, pasti akan memberi gaji yang layak kepada saya.
Lagi pula, saya membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan uang untuk
membantu ibu saya. Asal saya bisa mengisi lowongan pekerjaan di sini,
saya sudah senang sekali.”
Melihat
kesungguhan remaja ini, pemilik toko pun berkata, “Dua jam yang lalu
ada orang seusiamu yang datang kemari untuk menanyakan beberapa hal
mengenai pekerajaan ini. Semua pertanyaan sudah saya jawab. Saat saya
sedang menjawab pertanyaannya yang keenam, yaitu adakah sepeda yang
disediakan untuk pengantaran barang, saya jawab tidak ada. Dan pelamar
kerja tadi langsung pergi begitu saja...
Perlu
kamu ketauhi, saya memang tidak menyediakan sepeda, tetapi ada sebuah
motor baru yang saya sediakan untuk mengantarkan barang. Bagaimana? Kamu
siap bekerja keras kalau saya menerima kamu bekerja di sini?”
Dengan senyum lebar si anak menjawab, ”Terima kasih Pak, saya siap bekerja keras!”
Pembaca yang Luar Biasa!
Apa
perbedaan dua remaja pencari pekerjaan tadi? Mereka mempunyai
kesempatan yang sama dan pekerjaan yang sama pula. Akan tetapi, cara
berpikir dan sikap mereka yang berbeda, membuat pelamar pertama
kehilangan kesempatan bekerja yang sudah ada di depan matanya.
Sementara pelamar kedua dengan sikap yang lebih positif, akhirnya mendapatkan kesempatan bekerja dengan fasilitas yang memadai.
Sementara pelamar kedua dengan sikap yang lebih positif, akhirnya mendapatkan kesempatan bekerja dengan fasilitas yang memadai.
Dalam
bekerja, yang kita butuhkan bukan sekadar menuntut apa yang akan kita
terima, tetapi harus dimulai dengan apa yang mampu kita beri.
Sebenarnya, bagi saya, kita bukan sekadar bekerja untuk atasan atau bos,
tetapi lebih dari itu, kita bekerja untuk diri kita sendiri sesuai
dengan tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan kepada kita.
#Aw Motivation.
_________
Semoga mencerahkan
#Aw Motivation.
_________
Semoga mencerahkan