Kado Akhir Tahun.

Posted by Suliwanto On 05.09


Tak terasa, kita sudah berada di penghujung akhir tahun 2011. Banyak hal yang telah terjadi selama kurun waktu itu. Perkenankanlah kami memberikan kado akhir tahun buat sedulur semua. Semoga berkenan. Tak lain sebagai introspeksi dan refleksi perjalanan hidup kita, 12 bulan ini. Kita coba bicara hal yang umum dengan sudut pandang yang sederhana saja. Yang kami maksud adalah berbicara perihal kaya dan hal apa yang bisa kita lakukan kalau kita belum kaya.

Banyak yang mengira kalau orang kaya itu selalu berbahagia? Mari kita jawab pertanyaan ini dengan menguak fakta yang sebenarnya. Memang yang namanya orang kaya, uang untuk hidup tentu saja bukan masalah. Kaya identik dengan banyak uang. Sehingga kesenangan yang bisa dibeli dengan uang, juga hal yang mudah. Plesiran ke berbagai tempat, semudah mengangkat jari telunjuk. Tinggal pencet telpon. Kapan saja mau, segera terlaksana. Pada acara – acara tertentu sering mendapat kado – kado mewah. Ada mobil, jam mewah, kalung bertahta berlian dan sebangsa barang wah lainnya. Asyik pokoknya. Maklum, dedikasi dan tradisi lingkungan orang kaya.

Di tengah gelimang materi  ini,  tak salah jika ada yang mengira kehidupan  orang kaya hanya berisi kebahagiaan dan kebahagiaan. Namun, ternyata tidak. Dalam limpahan uang maupun hutang, kebahagiaan itu ibarat tamu yang datang dan pergi. Serupa matahari, paginya terbit, sorenya terbenam. Melawan bahwa matahari hanya boleh terbit dan tidak boleh tenggelam, hanya akan membuat seseorang menjadi dua korban: korban canda sekaligus korban kecewa. Korban canda, karena akan ditertawakan orang. Bahkan bisa dituduh gila. Dan korban kecewa, sudah pasti hal itu akan mengecewakan empunya cerita. Sebab melawan hukum alam.

Sudah ada daftar panjang korban dalam hal ini. Yang baru naik pangkat mengira bahwa kenaikan pangkat akan berlangsung selamanya. Yang dapat kursi, mengira kursi kekuasaannya akan langgeng didudukinya. Orang kaya menduga kalau kekayaan akan selama-lamanya. Dan mereka lupa akan tutur alam yang sederhana: tidak ada yang kekal.Allah berfirman; “Apa - apa yang ada di sisimu akan rusak - lenyap, dan apa - apa yang ada di sisi Allah itulah yang kekal.
Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl 96)

Itulah sebabnya orang bijak mendidik dirinya untuk mengalir bersama aliran-aliran alami kehidupan.
Bekerja, bekerja dan bekerja. Berusaha, berusaha dan berusaha. Namun berdoa dan tawakal tentu saja  dilakukan. Namun berapa pun kehidupan menghadiahkan hasil, sambutlah semuanya dengan senyuman. Naik jabatan itu indah karena memberi tanda sedang dipercaya. Turun jabatan juga indah, terutama karena terbuka kesempatan untuk mendidik diri instrospeksi, agar sabar narimo - ikhlas.
Dalam bahasa orang suci, keikhlasanlah yang membuat kehidupan istirahat dalam keabadian. Berdiam dalam kesyukuran.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku heran terhadap orang iman, jika menimpa kepadanya kebaikan, maka ia memuji Allah dan bersyukur, dan jika menimpa kepadanya musibah, ia mencari pahala dan sabar. Orang iman itu diberi pahala di dalam tiap – tiap sesuatu sehingga di dalam suapan yang diangkat ke dalam mulutnya.” (Rowahu Ahmad)

Dimana pun, lakon apa pun yang dihadapi selalu berbuah kebaikan berbalut senyuman. Ditimpa musibah tersenyum setelah berucap istirja untuk merengkuh pahala. Diberi kegagalan, melepasnya dengan senyuman, menindih amarah. Bangkit dan belajar lagi dengan tegar. Dicoba sakit, merenda dengan sabar menyungging senyuman.  Apalagi diberi kenikmatan, semakin banyak syukur dan syukur. Hidup seolah berjalan dengan indahnya. Semua berbalut senyuman, kebaikan dan keikhlasan. Tak pernah mati gaya.

Namun kembali ke tanda-tanda alam di awal, semuanya tunduk pada hukum ketidak-kekalan (sunnatullah). Setiap hal yang datang akan pergi. Yang lahir pasti mati. Itu sebabnya, banyak pejalan kaki ke dalam diri mulai menyadari,   hanya   persahabatan   dengan    kehidupanlah   yang akan menyejukkan. Jangan menentangnya. Bersahabat dengan karir yang lagi menanjak itu mudah.

Bergandeng tangan dengan kesuksesan itu gampang. Namun bersahabat dengan cacian orang, hinaan dan musibah, hanya orang bijaksana yang bisa melakukannya dengan benar. Dalam bahasa seorang guru: happiness and unhappiness come from your unbalance mind. Kebahagiaan, kesedihan itu datang dari batin yang belum sepenuhnya seimbang. Itu sebabnya seorang sahabat menghabiskan sebagian waktunya untuk menyapu dan mengepel lantai. Bukan karena tidak bisa membayar pembantu. 

Namun sedang mendidik diri bersahabat dengan kehidupan di bawah. Sekali, dua kali, tiga kali ia tidak membawa dampak apa-apa. Namun seperti menetesi batu dengan air, setelah sekian lama batunya berlubang.
Demikian juga dengan latihan menjadi rendah hati. Ia seyogyanya dilakukan secara tekun terus - menerus. Niscaya baru berdampak memberi perubahan.
Serupa dengan para pegiat yang pernah duduk di kursi-kursi tinggi baik di dunia korporasi maupun birokrasi, kekuasaan kerap memaksa manusia mengenakan topeng-topeng keangkuhan, kesombongan, kemarahan. Baik karena dalih wibawa maupun karena alasan efektifitas kekuasaan. Tuntutan profesi, kebutuhan jabatan. Namun karena dilakukan bertahun-tahun, topeng-topeng itu kemudian menyatu dengan diri pribadi mereka. Ini serupa dengan memelihara macan dalam kamar, lama-lama kita dimakan oleh macan kesombongan, sekaligus dibuat menderita. Di titik inilah manusia memerlukan kerendahan hati untuk kembali ke bawah.

Tidak hanya melihat, tetapi merasakan dan menjalani sendiri hal – hal yang dianggap remeh dan rendah ini.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (Rowahu Bukhari dan Muslim)

Abu Dzar berkata, “Kekasihku yakni Nabi SAW memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): [1] Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, [2] beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku….” (HR. Ahmad)

Menyapu, mengepel, membersihkan taman, membantu isteri merapikan piring-piring kotor, membantu anak-anak mengerjakan pekerjaan rumah, itulah rangkaian hal sepele namun menyejukkan. Tidak saja kita bahagia, isteri juga bahagia, anak-anak bertumbuh, tetangga tidak pernah mendengar umpatan dari rumah kita. Dan dalam setiap lingkungan yang ditandai oleh sedikit kemarahan dan perselisihan, alam akan berbicara dengan bahasa-bahasa kosmik berupa datangnya kupu-kupu, berkicaunya burung, bernyanyinya kodok sampai dengan mekarnya bunga di mana-mana yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.

Mungkin itu sebabnya Lama Zopa Rinpoche menulis dalam How to be happy: The sun of real happiness shines in your life only when you start to cherish others. Cahaya kebahagiaan yang sesungguhnya mulai menyala ketika seseorang menemukan kebahagiaan dalam membahagiakan orang lain. Orang-orang yang tekun di jalan ini akan merasakan kesejukan dan keteduhan sesungguhnya dalam setiap pelayanan yang diberikan pada orang lain. Makanya di halaman lain buku Lama Zopa Rinpoche, ia berpesan: If you want to be loved, love others first. Siapa saja yang mau dicintai, belajarlah mencintai orang lain terlebih dahulu. Sejuk, teduh, lembut, dan indah itulah buah dari kehidupan jenis ini.

Hampir luput dari perhatian khalayak, sebuah mutiara hikmah senantiasa mengingatkan. Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik ra., pembantu Rasulullah SAW dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: “Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (Riwayat Bukhori, Muslim). Transformasi harus segera dimulai.

Sebagaimana terjadi di setiap putaran kehidupan, tidak semua orang tertarik belajar keteduhan dan kesejukan. Merendah. Seperti sungai, selalu ada air yang lembut, sekaligus batu yang keras.
Dan keduanya hadir bersama-sama melukis keindahan. Bagi para sahabat  yang belum sampai di sini, lebih-lebih masih didikte habis oleh topeng-topeng kekuasaan, alergi dengan penderitaan dan kesusahan, akan mudah menduga sahabat yang suka menyapu dan mengepel sebagai ketua dewan pembina ISDI (Ikatan Suami Diinjak-injak Istri).

Dan ini pun layak dihormati. Namun ketika kita tidak marah, tidak menyakiti, sebaliknya malah menyayangi dan melayani, sesungguhnya sedang memberi kado terindah setiap hari pada orang-orang yang kita cintai. Lebih dari mobil mewah dan barang wah selebrasi kaum borju yang semu itu. Namun, semua itu perlu kebesaran hati. Kesabaran, keikhlasan dan kesadaran yang dalam Kawan!

#Faizunal Abdillah



.

Artikel Terkait:

Site search

    My Book Collection

    Link Exchange

    Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali javascript:void(0) Suliswanto
    Flag Counter

    Follow This Blog

    Total Penayangan