Tidak disanksikan memang, bahwa pergaulan menjadi hal yang paling berpengaruh dalam menentukan prospek personality masa depan sang anak. Jika di tinjau dari budaya yang ada, memang tiap – tiap karakter ditentukan dengan baik oleh lingkungan ,khususnya pergaulan. Contoh saja budaya Indonesia, secara khusus telah dilontarkan  bahwa jika seorang anak tumbuh dilingkungan budaya yang berbeda maka berbagai karakterpun akan terbentuk. Adat Indonesia yang menuturkan budaya khas orang timur dengan cirri-ciri rendah hati, suka senyum,menjunjung tinggi azas persaudaraan, dan yang paling mencolok adalah pandai menjaga malu. Setiap tindakan ditinjau dari rasa malu,maksudnya ukuran suatu baik buruk yang lebih sering disebut norma diukur dengan malu atau tidak jika melakukan perbuatan tersebut. Perbuatan yang dianggap baik dan sesuai dengan aturan jika tidak menimbulkan rasa malu dalam melakukanya. Rasa malu sudah ada secara spontan tanpa ada tercatat secara gamlang dalam suatu aturan yang yang kita lebih sering menyebutnya dengan undang-undang. Bahkan para orang tua telah mengajarkan budaya yang malu berangsur-angsur setiap tahapan umur, dengan berbagai metode tentunya.


Beranjak dari arti malu tersebut dalam diri setiap pribadi orang Indonesia, hidup akan tenang bila memiliki budaya malu. Semua tindakan dipatok dari perbuatan yang akan mendatangkan rasa ini,jadi apabila ingin melakukan suatu tindakan maka harus dipikirkan apakah akan mendatangkan rasa tersebut bagi subjek itu sendiri. Norma- norma yang berlaku umum ini berakibat atau mempunyai punishment yang tidak lain adalah rasa malu. Akan terdapat banyak tindakan yang ditimbang dari rasa ini tersebut. Bahkan jika diuraikan satu- satu dalam kalimat maka tidak aka ada kata klir untuk menjelaskan ini. Dalam setiap tindakan terdapat system penilaian yang mengatasnamakan malu sebagai patokan. Namun dalam budaya Indonesia apakah sebenarnya budaya malu itu dan apa saja kriteria malu yang harus ada dalam setiap individu Indonesia,dan apakah semua perbuatan harus mempertimbangkan rasa malu serta adakah akibat jika rasa malu ini tertanam dengan kuat dalam setiap kondisi yang tidak dikondisikan?. Mari diuraikan satu demi satu.


Memasuki arus globalisasi yang terus berkembang dengan kecepatan tinggi, argument yang berbedapun muncul dari berbagai pihak yang  tertarik dengan masalah ini, bukan dianggap masalah sebenarnya, tapi kenyataannya telah banyak membawa andil yang merosotkan kinerja suatu individu yang ingin berbuat lebih untuk  sebuah kemajuan .Suatu budaya yang baik dan dipertahankan dengan mendalam,tetapi terlalu diresapi dan dihayati dengan pengamalan yang kurang tepat pada kondisi tersebut. Rasa malu masyarakat Indonesia yang telah berakar ini menjadi pemicu untuk lahirnya ahklak yang baik dikalangan generasi Indonesi itu sendiri dan jadi pemicu juga untuk lahirnya generasi pemberani yang akan menjadi agen perubahan kearah yang lebih baik sesuai tujuan idiologi Indonesia . Nenek moyang orang Indonesia mewariskan budaya malu yang mengarah kearah yang positif dan menjadi ciri khas orang Indonesia yang diagungkan oleh budaya lain, bahkan budaya Negara lain mengakui hal ini. Namun apakah budaya malu yang berakar dalam masyarakat Indonesia pada zaman dulu yang tercermin lewat perbuatan tokoh politik besar dan ulama besar seperti Buya Hamka, Muhammad Hatta,RA Kartini dan masih banyak lagi tokoh lainnya sama dengan pandangan budaya malu generasi sekarang.


Tradisi malu yang berakar dalam masyarakat Indonesia seabad atau dua abad yang lalu sangat membawa dampak yang luar biasa positif. Meraka malu jika negaranya tertindas, adat dan syariat tidak mampu dilaksanakan sesuai dengan selayaknya karena harus ditekan oleh kolonialisme, hak-hak hidup tidak mampu mereka raih dengan wajar, malu jika harus menghambakan diri pada pemerintahan yang buruk dan menindas rakyat, malu jika bersikap seperti sikap kompeni yang tidak tahu aturan, norma yang  dan tidak berperikemanusiaan.Malu jika hidup aman dan tenang tidak mampu diraih karena ada kecaman, dan yang lebih besar lagi malu jika berbudaya yang tidak sesui dengan hati dan nurani mereka. Budaya malu yang tinggi tersebut telah mampu mengantarakan para nenek moyang kita untuk tidak diam,angkat bicara, angkat senjata. Mereka  mulai membuka mata bahwasanya keadilannya sebagai rakyat Indonesia dan sebagai hamba yang punya hak hidup sama dengan manusia lain diseluruh dunia sedang dipenjarakan oleh orang-orang yang merasa berkuasa dengan hanya mengandalkan kekuasaan belaka tanpa memainkan peran hati nurani sebagai manusia. Hal ini tidak ubahnya seperti penguasa rimba, siapa kuat dia yang berkuasa. Dengan demikian para pendahulu kita dengan segala potensi yang ada berjuang untuk mengembalikan keadaan agar cita-cita luhur yang aman tentram dan hak hidup sewajarnya dapat diraih Contohnya saja zaman pergerakan kemerdekaan. Para pejuang kita dengan mati-matian berjuang, mengarahkan kekuatan lahir dan batin mereka untuk mendapatkan cita-cita kedamaian yang diidam-idamkan oleh seluruh nurani masayarakat Indonesia. Berjuang tanpa tujuan individu,meski diri pribadi harus mengorbankan segalanya yang tentu tidak dapat dihitung jumlahnya. Jika tidak mampu berjuang dengan harta benda yang dimiliki, mereka berjuang dengan tenaga atau bahkan fikiran. Tak tanggung-tanggung perempuan pun  mempunyai semangat besar untuk memperjuangkan bangsa dan agamanya,tidak sedikit yang berani angkat senjata dan ikut serta dalam peperangan dengan kaum laki-laki. Berdiri dengan kekokohan melawan ketertindasan dan ketidakwajaran yang dilakukan penjajah dalam hidup tanpa melupakan kodratnya sebagai perempuan. Begitulah bentuk budaya malu orang Indonesia zaman dahulu.


Namun bagaimana kontribusi budaya malu yang ditinggalkan oleh sesepuh Indonesia terhadap generasi zaman sekarang?. Berbalik dengan hal itu,kenyataan berubah drastis, giliran Negara sudah tenang dengan penindasan dan penjarahan terhadap manusia malah budaya malu menjadi kolonialis yang lebih ganas dari koloni zaman dahulu. Para generasi sekarang terlalu mendramatisir budaya malu tersebut untuk tujuan hidup yang lebih baik. Alhasil budaya malu yang berkembang ini bukannya jadi pemicu  input untuk prospek masa depan bangsa yang lebih impruf lagi, malah ikut berkontribusi kearah kemrosotan potensi anak bangsa itu sendiri.


Hal ini berani diungkapkan secara gamlang karena melihat kondisi peyalahan gunaan budaya malu itu sendiri oleh para generasi Indonesia. Para mahasiswa malu jika menjadi seorang aktivis yang menentang kerancuan system yang terjadi. Malu jika nanti ditertawakan, malu jika mendapat cemoohan dan tidak tanggung- tanggung jika harus mendapat gelar kehormatan sok  Pahlawan M,Sc, alias Master Soksocan. Malu bertanya di dalam kelas jika ada materi yang  tidak dipahami, yang lebih jelas lagi malu bertanya jika ada sesuatu yang dianggap tidak tahu kepada siapapun dalam hal apapun, hal ini nanti akan dinilai menurunkan reputasi, malu dicap terlalu bodoh,bahkan dengan bangga mengatakan lebih baik diam, diam adalah senjata yang handal untuk menekan rasa malu. Malu bertanya karena pertannyaan tidak berbobot dan sebagainyalah.


Bagaimana generasi akan berkembang jika keinginan untuk mengembangkan potensi dan keingintahuan akan sesuatu dikekang oleh  rasa malu yang terlalu berlebihan. Justru ini akan membuat jiwa menjadi pasif,tidak berfikir inovatif. Bagaimana dapat melakukan sesuatu yang kreatif jika hambatan iu sendiri datang langsung dalam diri subjek yang otomatis menjadi penghambat utama pergerakan sikap yang kreatif itu sendiri. Dilapangan saja dapat dilihat salah satu contoh bahwa kebanyakan mahasiswa diam saat mengikuti perkuliahan tanpa berkomentar satupun. Tidak bertanya dan tdiak pula menjawab. Setelah ditanya ternyata mereka mempunyai berbagai pertanyaan saat mengikuti perkuliahan, banyak pertanyaan yang terlintas dalam benak saat diberi pengetahuan. Namun sangat disayangkan ketika diminta untuk memunculkkan pertanyaan, mereka merasa malu. Malu jika pertanyaan tersebut tidak berbobot, dan ketika diminta untuk memberikan pendapat atau sanggahan takut dicemoohkan karena tidak berkualitas.


Hasilnya budaya malu yang diwariskan dari generasi kegenerasi sebagai identitas bangsa yang jaya pada masa silam menjadi bencana besar, budaya ini cenderung membuat para generasi tertekan dan tidak kreatif untuk melahirkan potensi yang ada demi untuk kesejahteraan diri dan bangsa. Namun setelah dikaji lebih dalam, bukanlah budaya malu tersebut yang menjadi biangnya, tetapi penanaman konsep budaya malu kepada generasi Indonesia kurang diperhatikan dan dibina denngan baik, sehingga  para generasi menjadi salah persepsi mengenai apa maksud, tujuan dan fungsi budaya malu itu sendiri serta dalam konteks apa saja budaya malu harus diberlakukan.

Tulisan ini disadur sepenuhnya dari
http://gusnil45mind.wordpress.com
*Dengan sedikit koreksi editing kata-kata yang salah ejaan.
*Sumber gambar : sarjdjana.blogspot.com
-----

Budaya Malu Bagi Bangsa Ini Terutama Generasi Muda, Sangat perlu namun malu yang sesungguhnya haruslah membuat sebuah perumabahan kearah lebih baik lagi. Malu kalau dikatakan bodoh karena bertanya buat apa??? ini bukan malu yang sesungguhnya.
Be Smart. dengan budaya malu warisan leluhur. adalah malu kalau negara ini tertinggal jauh secara moral, malu kalau negara ini dicap negaralain adalah negara yang  penuh orang bodoh, malu jika berbuat jelek adalah malu yang sesungguhnya!!!
Pupuk diri mulai sekarang untuk tetap mempertahankan budaya malu...


Terimakasih.
Semoga Mencerahkan...
Salam Hangat
..




Artikel Terkait:

Site search

    My Book Collection

    Link Exchange

    Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali javascript:void(0) Suliswanto
    Flag Counter

    Follow This Blog

    Total Penayangan