Keinginan Memenjarakan Diri

Posted by Suliwanto On 08.25 No comments
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas bagaimana cara menjadi kaya dalam 3 bulan, bagaimana cara mambuat uang, tapi untuk mengulas bagaimana cara menjadi kaya selamanya! Di dunia ini selalu ada kaya dan miskin. Utamanya disini yang dimaksud adalah kaya harta dan miskin harta. Kalau kawan ingin tahu bagaimana cara menjadi kaya selamanya, baca sebentar tulisan ini.

Saya selama ini mencari tahu, apa yang menyebabkan seseorang itu menjadi atau merasa kaya. Apakah uang yang banyak? Ternyata tidak. Harta benda yang melimpah? Tidak juga. Atau keuntungan bisnis sebesar-besarnya? Masih tidak. Lama saya cari tahu, sebelum tiba-tiba mengalun lagu Iwan Fals yang potongan liriknya begini: ”…Keinginan adalah sumber penderitaan…tempatnya ada di dalam pikiran…”

Ya. Ternyata keinginan kitalah yang membuat kita merasa diri kita kaya atau sebaliknya, miskin. Keinginan bersemayam di pikiran kita, terutama sekali pikiran yang miskin ilmu. Keinginan inilah yang membuat hidup kita menjadi obsesif, selalu kurang, plus selalu miskin –dalam hal ini saya batasi pada harta. Jika sudah demikian, ribuan argumentasi akan kita cari untuk membenarkan keinginan itu dan jutaan cara akan kita cari demi mewujudkan keinginan tersebut.

Keinginan adalah hal yang manusiawi. Semua orang punya keinginan, entah besar atau kecil. Tidak ada orang yang hidup di bumi ini tanpa mempunyai keinginan samasekali. Saya sendiri, jika diminta mendaftar keinginan saya, wah, tidak cukup satu buku tebal! Tapi, bagaimana cara kita mengontrol keinginan itulah yang sebenarnya merefleksikan kualitas kita sebagai manusia yang dikaruniai akal pikiran selain hawa nafsu. Sebab, tidak semua keinginan kita bisa dilayani oleh dunia.

Manajemen keinginan, samasekali tidak pernah diajarkan oleh motivator-motivator manapun. Yang ada justru sebaliknya, bagaimana cara mewujudkan keinginan –yang berbau sangat duniawi tersebut- menjadi nyata. Saya rasa tidak ada salahnya seseorang berkeinginan punya uang bermilyar-milyar, rumah lima tingkat atau mobil segarasi penuh. Tapi, jika keinginan itu justru malah memenjarakan kita, lebih baik kita memberanikan diri berkata: No way!

Tidak sedikit orang yang punya banyak harta, jabatan tinggi, atau uang melimpah tetap saja merasa kurang, kurang, dan kurang. Akhirnya ia bekerja siang dan malam. Otaknya penuh dengan ambisi yang sangat obsesif. Dan tak sedikit pula yang sampai menghalalkan segala cara demi menuruti keinginan itu. Disinilah letak kesahihan kesalahannya. Kita yang seharusnya memakai harta, malah ‘dipakai’ harta. Kita yang seharusnya menguasai harta, malah dikuasai harta. Maka jangan heran kalau tiba-tiba setelah semuanya terwujud, akan datang lagi keinginan baru lagi yang lebih besar. Kemungkinan lainnya, akan ada sedikit rasa menyesal mengingat usaha yang telah dilakukannya telah mengorbankan dirinya sendiri atau justru sebaliknya, perasaan bangga yang kosong. Atau yang paling parah, jika keinginan itu sampai tidak terwujud setelah susah payah diusahakan, hasilnya tidak kan jauh-jauh dari kata kecewa, stress, depresi, bar, pil penenang, terapi psikis, rumah sakit jiwa, kuburan, dlsb.

Suatu ketika seseorang mempunyai uang 10 ribu dan pada saat itu ia sudah merasa kaya. Mengapa? Karena ia hanya punya satu keinginan, yaitu untuk beli makan. Di ujung lainnya, ada seorang eksekutif muda yang punya duit lima milyar tapi sangat menyesal dan depresi karena uang sebanyak itu yang dikumpulkannya dengan jerih payah ternyata tidak cukup buat mewujudkan keinginannya. Akhirnya ia merasa miskin dan kurang. Maka selamat tersiksa!

Maka yang kita butuhkan mutlak adalah kontrol keinginan. Setiap hari kita sebagai orang menegah kebawah, kelas pekerja, diiming-imingi berbagai macam komoditi mulai dari yang murni rongsokan sampai mewah menawan. Tinggal tengok isi kantong kita saja. Tapi sangatlah tidak bijak kalau semua iming-iming itu kita rubah menjadi keinginan kita yang sebenarnya kalau kita pikir-pikir lagi, hanya punya sedikit manfaat dan nilai guna buat kita. Yang harus kita lakukan adalah bersikap tegas pada diri sendiri dan setan iming-iming itu dengan meneriakkan: TIDAK! Itulah caranya. Ingat-ingatlah prinsip tidak semua gunung harus kita daki, tidak semua bunga-bunga indah harus kita taruh di jambangan rumah.

Jadi semuanya haruslah proporsional sesuai kebutuhan. Seorang presiden berkeinginan punya helikopter oke-oke saja, kalau memang itu perlu untuk melaksanakan tugas-tugas daruratnya. Tapi kalau kita punya sandal sepuluh, itu baru tidak wajar, tidak proporsional, sebab kakinya hanya dua pasang. Atau punya rumah berkamar dua puluh, sedang yang menghuni cuma kita, istri, dan dua orang anak. Masa’ tiap jam mau pindah tidur? Kapan tidurnya? Itu perumpamaan dari ulama besar kita, Aa Gym. Semakin banyak dan semakin sering kita melihat suatu komoditi, suatu barang berlama-lama, hingga timbul rasa ingin yang buta, maka itu semua akan segera memenjarakan jiwa kita.

Menurut saya, selama seseorang tidak diperbudak keinginannya, maka ia adalah orang kaya. Atau minimal kita bisa mengontrol keinginan, itu juga adalah contoh kaya. Sebab keinginan letaknya tidak jauh-jauh, ada di pikiran, yang dijaga satu armada penuh pasukan bernama hawa nafsu. Namun sebaliknya, jika semakin banyak keinginan, semakin sering keinginan-keinginan baru datang dan menggoda diri kita, maka kita akan selalu kurang dan kurang dalam hidup ini. Itulah yang namanya miskin! Saya rasa, orang yang beruntung itu adalah orang yang mempunyai paling sedikit keinginan (baca: yang tidak proporsional)

Lalu bagaimana agar kita menjadi kaya selamanya? Islam sudah mengajarkan ilmunya berabad-abad lalu, bahkan sebelum jumlah komoditas yang menawarkan kenikmatan, kenyamanan, dan kemudahan itu tidak segila sekarang. Apa itu? Yakni bersabar ketika berkekurangan dan bersyukur ketika berlebihan.

Ini bukan sekedar doktrin agama, tapi ini justru sangat ilmiah! Islam selalu mengajarkan hal-hal yang ilmiah untuk manusia. Coba pikirkan, ketika ada sesuatu yang sangat kita inginkan (baik yang benar-benar kita butuhkan atau cuma lapar mata istilah orang kita) adakah hal lainnya yang terbaik yang bisa kita lakukan selain bersabar? Baik itu bersabar untuk melupakan, membuang, menahan, mengontrol, ataupun mengusahakannya, semua itu butuh kesabaran. Sebab jika tidak sabar, kadar ambisi obsesif itu akan menguasai diri kita, menduduki hati kita, menyandera jiwa kita, yang akhirnya melemahkan akal pikiran kita. Sebabnya, segala hal dari kita hanya terfokus pada keinginan itu.

Dan jika kita kehilangan akal pikiran kita yang sehat, maka akan terjadi seperti apa yang saya bilang tadi, ribuan argumentasi akan kita cari untuk membenarkan keinginan itu dan jutaan cara akan kita cari demi mewujudkan keinginan tersebut. Baik-buruknya keinginan, perlu tidaknya keinginan, cuma akal pikiran yang benar-benar waras yang bisa menentukan. Pertanyaannya, sewaras apakah pikiran kita untuk berani menolak dan berteriak ‘Tidak!’ untuk menjadi budak keinginan kita?

Saya hanya ingin bilang, jaman sudah tidak normal, jadi kita jangan ikut-ikutan tidak normal. Apalagi kita sampai lari ke paranormal biar jadi ‘normal’. Semua itu, sumber segala masalah dan derita, berangkatnya tidak jauh-jauh, dari diri kita sendiri. Dengan banyak bersyukur, keinginan yang tidak proporsional itu tidak akan pernah muncul, sebab kita sudah merasa puas dengan apa yang ada, apa yang sudah kita miliki.lmu

#Tahu Ilmu . blog

Artikel Terkait:

0 comments:

Posting Komentar

Berikan Tanggapan Anda Disini..

Site search

    My Book Collection

    Link Exchange

    Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali javascript:void(0) Suliswanto
    Flag Counter

    Follow This Blog

    Total Penayangan