Dalam twitter-nya, artis Bollywood, Shah Rukh Khan, menuturkan, “Pemerkosaan dan seksualitas sudah dianggap biasa dalam budaya kita. Sebagai bagian dari budaya itu, saya memohon maaf sebesar-besarnya.” Apa yang dikicauakan dalam twitter-nya itu sebagai reaksi atas terjadinya tindakan kekerasan dan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi di New Delhi, India, oleh segerombolan orang hingga mengakibatkan tewasnya mahasiswi itu.
Akibat kejadian itu rakyat India berduka. Demonstrasi di berbagai kota di India menuntut adanya perlindungan terhadap kaum perempuan serta keamanan dan kenyamanan. Solidaritas, empati, dan simpati kepada korban tidak hanya di India, di beberapa negara di mana orang India tinggal, mereka juga melakukan hal yang sama, yakni menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya dan perlu diciptakan perlindungan terhadap kaum perempuan dan keamanan dan kenyamanan kota.
Menyimak dari twitter Shah Rukh Khan yang mengatakan pemerkosaan dan seksualitas sudah dianggap biasa dalam budaya kita, mungkin bisa kita artikan bahwa pemerkosaan dan seksualitas sering terjadi, buktinya dalam harian Times of India sejak 16 Desember 2012, dan beberapa hari kemudian tercatat ada 20 kasus pemerkosaan di New Delhi.
Kita mungkin tercengang dengan catatan sebanyak itu. Bahkan yang lebih menyedihkan disebutkan pada tahun 2011 ada 24.000 kasus pemerkosaan. Angka itu disebut naik 9,4% dari tahun sebelumnya.
Faktornya apa yang menyebabkan kasus pemerkosaan yang begitu massif di India? Sebagai salah satu negara yang tingkat pertumbuhan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang meloncat tinggi membuat India menjadi kekuatan baru di Asia dan Dunia namun prestasi itu ternyata tidak berbanding lurus dengan keamanan dan kenyamanan warganya.
Dalam masalah-masalah lain rupanya pemerintah India lalai` dan abai sehingga kasus pemerkosaan sering terjadi. Mengapa India tidak mampu mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan, faktornya bisa jadi disebabkan oleh, pertama, aparat terkait, seperti polisi, tidak pernah belajar pada kasus yang sudah-sudah sehingga polisi sering tidak mampu melindungi warganya, tidak mampu menciptakan keamanan dan kenyamanan di masyarakat, dan tidak ada tindakan hukum yang tegas dan berat kepada pelaku sehingga peristiwa seperti itu sering terulang.
Dalam film Bollywood, film produk bikinan orang-orang India, sosok polisi sering digambarkan sebagai orang dan lembaga yang korup, merekayasa kejahatan bahkan menjadi bagaian dari pelaku kejahatan, dan datang ke tempat kejadian perkara (TKP) setelah pelaku melakukan tindakan kejahatan atau pembunuhan kepada korban. Dari gambaran di film, meski tak 100% benar, kita bisa menarik kesimpulan mengapa peristiwa pemerkosaan di India sering terjadi.
Kedua, selain faktor ketidakmampuan polisi dalam melindungi warga, seringnya tindak kekerasan terhadap perempuan di India juga karena adanya stigma yang tidak adil bagi perempuan. Sebuah lembaga Trustlaw, layanan berita yang dikelola Thomson Reuters, menyebut negerinya Mahatma Gandhi itu sebagai negara terburuk bagi perempuan.
Di negeri itu perempuan dianggap sebagai warga kelas dua. Berdasarkan investigasi BBC, orangtua di India berani melakukan aborsi jika janin yang dikandung dalam rahim istrinya, adalah perempuan. Dari pandangan seperti inilah yang mungkin menyebabkan pemerkosaan dan kekerasan kepada perempuan terjadi. Dan mengutip apa yang dikicaukan oleh Shah Rukk Khan dianggap biasa dalam budaya kita.
Ketiga, twitter Shah Rukh Khan yang mengatakan dirinya minta maaf bisa jadi karena ada perasaan bersalah pada dirinya sebagai artis dan film produksi-produksi Bollywood. Produksi film Bollywood dan gaya main dirinya bisa jadi juga ikut memicu massifnya kekerasan terhadap perempuan. Produksi Film Bollywood dalam setahun mampu memproduksi hingga 800 judul, sungguh sangat fantastic, namun dari ratusan judul itu yang berbobot dan berkualitas berapa jumlahnya?
Film Bollywood yang beredar di Indonesia, syukur adalah film-film yang berbobot dan bermutu sehingga kita menyimpulkan film Bollywood tak kalah dengan film-film Hollywood dan film-film Hong Kong dan lebih bagus daripada film buatan orang Indonesia. Masuknya film Bollywood ke Indonesia yang bermutu berkat adanya badan atau lembaga sensor film yang ditunjuk pemerintah sehingga film yang masuk bukan sembarangan.
Nah film Bollywood yang tidak bermutu yang jumlahnya lebih banyak itulah yang mungkin menjadi pemicu dan mendorong orang untuk melakukan tindak kekerasan. Dalam film-film yang dibintangi Shah Rukh Khan saja kita sering melihat bagaimana saat dirinya menyanyi, dancer-dancer-nya berpakaian seksi dan menantang. Apakah ada film Bollywood yang tidak bermutu? Pasti ada dan banyak.
Di Indonesia saja film yang mengumbar sex, paha, dan dada banyak beredar dan terbukti di pasar film itu banyak ditonton orang.
Orang India adalah masyarakat yang gemar menonton film. Produk film Bollywood sudah mampu menjual tiketnya hingga 3,6 miliar lembar. Tentu mayoritas penonton film Bollywood adalah orang India meski di pasar film Bollywood juga laku di negara Asia lainnya, Eropa, Afrika, Amerika Serikat, dan Amerika Latin. Pemerkosaan terhadap mahasiswi yang menghebohkan itu diberitakan terjadi setelah ia dan pacarnya selepas menonton film di sebuah bioskop.
Sama Dengan Di Indonesia
Apa yang terjadi di India di mana pemerkosaan terhadap mahasiswi di angkutan umum, bus, kejadiannya sama terhadap beberapa kasus pemerkosaan di Indonesia, seperti yang terjadi pada salah seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jakarta dan salah seorang perempuan di Depok yang diperkosa secara beramai-ramai dengan awalan saat berada di angkutan umum, angkot.
Mengapa hal demikian bisa terjadi, jawabannya mungkin seperti paparan di atas bahwa pemerintah tidak bisa menjamin rasa aman dan nyaman. Polisi kita mungkin seperti polisi yang digambarkan dalam film-film Bollywood. Masalah keamanan di angkutan umum, justru dilakukan oleh seorang anggota Koppasus di mana ia mampu menyelamatkan seorang perempuan yang hendak diperkosa di angkot.
Bila Shah Rukh Khan secara tidak langsung mengakui adanya pengaruh film yang memicu tindakan pemerkosaan dan seksualitas maka di Indonesia hal demikian sudah terbukti. Hasil survei yang dilakukan oleh Hotline Pendidikan Surabaya dan Yayasan Embun menyebut bahwa faktor televisi, 57%, yang menyebabkan adanya free sex di kalangan pelajar.
#BeritaSatu
Akibat kejadian itu rakyat India berduka. Demonstrasi di berbagai kota di India menuntut adanya perlindungan terhadap kaum perempuan serta keamanan dan kenyamanan. Solidaritas, empati, dan simpati kepada korban tidak hanya di India, di beberapa negara di mana orang India tinggal, mereka juga melakukan hal yang sama, yakni menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya dan perlu diciptakan perlindungan terhadap kaum perempuan dan keamanan dan kenyamanan kota.
Menyimak dari twitter Shah Rukh Khan yang mengatakan pemerkosaan dan seksualitas sudah dianggap biasa dalam budaya kita, mungkin bisa kita artikan bahwa pemerkosaan dan seksualitas sering terjadi, buktinya dalam harian Times of India sejak 16 Desember 2012, dan beberapa hari kemudian tercatat ada 20 kasus pemerkosaan di New Delhi.
Kita mungkin tercengang dengan catatan sebanyak itu. Bahkan yang lebih menyedihkan disebutkan pada tahun 2011 ada 24.000 kasus pemerkosaan. Angka itu disebut naik 9,4% dari tahun sebelumnya.
Faktornya apa yang menyebabkan kasus pemerkosaan yang begitu massif di India? Sebagai salah satu negara yang tingkat pertumbuhan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang meloncat tinggi membuat India menjadi kekuatan baru di Asia dan Dunia namun prestasi itu ternyata tidak berbanding lurus dengan keamanan dan kenyamanan warganya.
Dalam masalah-masalah lain rupanya pemerintah India lalai` dan abai sehingga kasus pemerkosaan sering terjadi. Mengapa India tidak mampu mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan, faktornya bisa jadi disebabkan oleh, pertama, aparat terkait, seperti polisi, tidak pernah belajar pada kasus yang sudah-sudah sehingga polisi sering tidak mampu melindungi warganya, tidak mampu menciptakan keamanan dan kenyamanan di masyarakat, dan tidak ada tindakan hukum yang tegas dan berat kepada pelaku sehingga peristiwa seperti itu sering terulang.
Dalam film Bollywood, film produk bikinan orang-orang India, sosok polisi sering digambarkan sebagai orang dan lembaga yang korup, merekayasa kejahatan bahkan menjadi bagaian dari pelaku kejahatan, dan datang ke tempat kejadian perkara (TKP) setelah pelaku melakukan tindakan kejahatan atau pembunuhan kepada korban. Dari gambaran di film, meski tak 100% benar, kita bisa menarik kesimpulan mengapa peristiwa pemerkosaan di India sering terjadi.
Kedua, selain faktor ketidakmampuan polisi dalam melindungi warga, seringnya tindak kekerasan terhadap perempuan di India juga karena adanya stigma yang tidak adil bagi perempuan. Sebuah lembaga Trustlaw, layanan berita yang dikelola Thomson Reuters, menyebut negerinya Mahatma Gandhi itu sebagai negara terburuk bagi perempuan.
Di negeri itu perempuan dianggap sebagai warga kelas dua. Berdasarkan investigasi BBC, orangtua di India berani melakukan aborsi jika janin yang dikandung dalam rahim istrinya, adalah perempuan. Dari pandangan seperti inilah yang mungkin menyebabkan pemerkosaan dan kekerasan kepada perempuan terjadi. Dan mengutip apa yang dikicaukan oleh Shah Rukk Khan dianggap biasa dalam budaya kita.
Ketiga, twitter Shah Rukh Khan yang mengatakan dirinya minta maaf bisa jadi karena ada perasaan bersalah pada dirinya sebagai artis dan film produksi-produksi Bollywood. Produksi film Bollywood dan gaya main dirinya bisa jadi juga ikut memicu massifnya kekerasan terhadap perempuan. Produksi Film Bollywood dalam setahun mampu memproduksi hingga 800 judul, sungguh sangat fantastic, namun dari ratusan judul itu yang berbobot dan berkualitas berapa jumlahnya?
Film Bollywood yang beredar di Indonesia, syukur adalah film-film yang berbobot dan bermutu sehingga kita menyimpulkan film Bollywood tak kalah dengan film-film Hollywood dan film-film Hong Kong dan lebih bagus daripada film buatan orang Indonesia. Masuknya film Bollywood ke Indonesia yang bermutu berkat adanya badan atau lembaga sensor film yang ditunjuk pemerintah sehingga film yang masuk bukan sembarangan.
Nah film Bollywood yang tidak bermutu yang jumlahnya lebih banyak itulah yang mungkin menjadi pemicu dan mendorong orang untuk melakukan tindak kekerasan. Dalam film-film yang dibintangi Shah Rukh Khan saja kita sering melihat bagaimana saat dirinya menyanyi, dancer-dancer-nya berpakaian seksi dan menantang. Apakah ada film Bollywood yang tidak bermutu? Pasti ada dan banyak.
Di Indonesia saja film yang mengumbar sex, paha, dan dada banyak beredar dan terbukti di pasar film itu banyak ditonton orang.
Orang India adalah masyarakat yang gemar menonton film. Produk film Bollywood sudah mampu menjual tiketnya hingga 3,6 miliar lembar. Tentu mayoritas penonton film Bollywood adalah orang India meski di pasar film Bollywood juga laku di negara Asia lainnya, Eropa, Afrika, Amerika Serikat, dan Amerika Latin. Pemerkosaan terhadap mahasiswi yang menghebohkan itu diberitakan terjadi setelah ia dan pacarnya selepas menonton film di sebuah bioskop.
Sama Dengan Di Indonesia
Apa yang terjadi di India di mana pemerkosaan terhadap mahasiswi di angkutan umum, bus, kejadiannya sama terhadap beberapa kasus pemerkosaan di Indonesia, seperti yang terjadi pada salah seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jakarta dan salah seorang perempuan di Depok yang diperkosa secara beramai-ramai dengan awalan saat berada di angkutan umum, angkot.
Mengapa hal demikian bisa terjadi, jawabannya mungkin seperti paparan di atas bahwa pemerintah tidak bisa menjamin rasa aman dan nyaman. Polisi kita mungkin seperti polisi yang digambarkan dalam film-film Bollywood. Masalah keamanan di angkutan umum, justru dilakukan oleh seorang anggota Koppasus di mana ia mampu menyelamatkan seorang perempuan yang hendak diperkosa di angkot.
Bila Shah Rukh Khan secara tidak langsung mengakui adanya pengaruh film yang memicu tindakan pemerkosaan dan seksualitas maka di Indonesia hal demikian sudah terbukti. Hasil survei yang dilakukan oleh Hotline Pendidikan Surabaya dan Yayasan Embun menyebut bahwa faktor televisi, 57%, yang menyebabkan adanya free sex di kalangan pelajar.
#BeritaSatu