Maaf Saya Terlambat "Kata-Kata Sakti"

Posted by Suliwanto On 10.37 No comments
Pagi ketika matahari mulai menyembul, ibu membangunkan dengan menguncang-nguncang badan. “Bangun ..bangun …Sekolah dah siang nanti terlambat”.

Dan waktu itu kalau malas sekolah maka saya akan menjawab “Pusing bu, kepalaku pusing”


Dan ibu tak lagi menguncang badan meneruskan untuk memaksa bangun pagi, mandi dan berangkat sekolah. Kata sakit adalah salah satu kata yang sakti, karena bapak atau ibu tak bertanya-tanya lagi. Dengan mengatakan sakit maka tak ada pertanyaan kenapa tak mau sekolah. Namun lama kelamaan kata itu tak lagi sakti karena terlalu sering diucapkan. Sekolah tak lagi menerima permintaan ijin tak masuk tanpa surat. Dan bapak dan ibu tak mau menuliskan surat ijin sakit kalau saya tak pergi ke puskesmas.

“Kenapa terlambat,” tanya guru piket.

“Ban sepeda kempes pak di jalan, tukang tambal ban belum buka,” jawab saya kalau ditanya guru piket waktu sekolah SMP dulu.

Saya pulang pergi ke sekolah dengan naik sepeda. Terkadang bangun kesiangan sehingga terlambat sampai ke sekolah. Kata kempes ban menjadi kata sakti untuk memberi alasan perihal keterlambatan. Guru piket biasanya tak akan memperpanjang masalah dan kemudian memberi selembar kertas kecil untuk diberikan kepada guru yang telah mengajar di kelas. Dengan selembar kertas kecil itu maka guru yang ada di dalam kelas tak akan memberi hukuman atas keterlambatan saya.

Ketika SMA, saya mesti menempuh perjalanan kurang lebih 10 km untuk mencapai sekolah. Perjalanan ditempuh dengan kendaraan umum, mikrobus atau bus antar kota. Jadi jam 6 pagi mesti sudah siap untuk berangkat, jika tidak maka gerbang depan sekolah sudah terkunci. Meski berusaha bangun pagi-pagi, tapi sesekali saya terlambat bangun sehingga bakal terlambat pula sampai sekolah. Pintu gerbang yang ditutup akan dibuka pada jam 7 lewat 10 menit dan yang terlambat harus melapor ke petugas piket yang berjaga di rumah monyet sebelah gerbang sekolah.

Jika ditanya kenapa terlambat maka saya akan menjawab “Mobil penumpangnya mogok”. Dan biasanya tanpa banyak tanya, petugas piket akan mempersilahkan saya untuk berlari menuju kelas. Namun alasan mobil mogok yang sakti untuk menembus pemeriksaan itu tak bisa terus menerus, suatu saat petugas piket akan curiga dan bakal berkata “Kenapa kamu kalau berangkat sekolah selalu memilih mobil mogok?”. Dan alasan yang tidak tepat membuat saya yang terlambat harus menghadap kepala sekolah untuk diberi nasehat dan wejangan.

Sebetulnya masih banyak kata-kata sakti lainnya, kata yang membuat mereka yang bertanya dan diberi jawaban tak akan lagi mengajukan pertanyaan tambahan untuk meneruskan penyelidikan. Kata sakti adalah kata pendek dengan efek langsung diterima sebagai sebuah alasan atas kekurangan tertentu. Dengan kata sakti tidak ada pilihan bagi penanya untuk bertanya lebih lanjut karena percuma, jawabannya tak berubah atau bahkan nanti semakin ngawur.

Kalau guru bertanya kenapa tak membuat PR, maka dari pada menjawab panjang-panjang lebih baik bilang saja lupa atau semalam tertidur. Nah, tentu saja guru nggak bisa bertanya kenapa lupa, kenapa tertidur. Yang namanya lupa ya lupa, tidak ada alasan, pun begitu dengan tertidur. Kenapa tertidur ya pasti ngantuk bukan.

Setiap orang tentu saja punya pengalaman tentang kata sakti, apa yang sakti bagi seseorang belum tentu akan sakti bagi orang lainnya. Namun ada kata sakti yang berlaku hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama untuk menjawab keterlambatan. Meski sebelumnya tidak pernah ada konvensi untuk membahas jawaban kalau terlambat datang ke sebuah pertemuan atau janjian, kata yang biasanya diucapkan adalah macet.

“Sorry ya terlambat, macet sih di jalan tadi,” begitu biasa yang terucap dari mulut sambil menunjukkan mimik menyesal. Apaboleh buat, jawaban macet mesti diterima oleh mereka yang lama menunggu dengan dongkol. Kalau benar macet, memang tak ada langkah yang bisa diambil selain menunggu.

Padahal urusan terlambat nampaknya sudah menjadi kebiasaan di lingkungan kita. Jarang sekali acara atau kegiatan bisa dilaksanakan tepat waktu. Orang-orang yang berusaha mendisiplinkan diri, datang 10 atau 15 menit sebelum acara dimulai bakal menjadi penunggu ruangan, duduk benggong sendirian tanpa teman. Dan setelah itu siap-siap saja untuk jengkel karena yang datang tak tepat waktu, senyam senyum dari jauh tanpa rasa bersalah dan bilang “Belum mulai kan?”

Jam karet, acara molor adalah hal yang biasa. Kalau dipaksa tepat waktu maka sebagian yang diundang belum ada di tempat, dan mereka yang terlambat datang satu persatu itu masih juga tak tahu diri, pingin tahu apa yang sudah dibahas sebelumnya. Jadi dimulai tepat waktu atau molor lantaran menunggu sebagian yang diundang sudah datang, hasilnya akan sama saja.

Tapi sudahlah, barangkali semboyan alon alon waton kelakon memang diwahyukan oleh Tuhan untuk bangsa yang suka ngebut sembarang di jalanan ini. Dan kalau salah jalan lalu ditangkap polisi lalu ditanya tahu ada tanda larangan apa tidak maka dengan enteng akan menjawab “Saya tidak lihat pak.”

Dan persoalan pun selesai tergantung tebal tipis dompet di saku celana belakang. Kata saktinya adalah damai saja pak atau mohon kebijaksanaan bapak.

Pondok Wiraguna, 12 Mei 2013

@yustinus_esha

---------
Trimakasih saya ucapkan kepada penulis. Tulisan ini memberikan motifasi tersendiri untuk saya
#Sumber


Artikel Terkait:

0 comments:

Posting Komentar

Berikan Tanggapan Anda Disini..

Site search

    My Book Collection

    Link Exchange

    Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali javascript:void(0) Suliswanto
    Flag Counter

    Follow This Blog

    Total Penayangan