Antara Tenggang Rasa Dan Toleransi

Posted by Suliwanto On 05.04 No comments
Pada umumnya orang mengatakan bahwa toleransi, tenggang rasa, dan tepa salira mempunyai arti yang sama, demikian juga yang tercantum di kamus-kamus bahasa Indonesia. Akan tetapi untuk keperluan penulisan artikel ini, ketiganya saya beri arti yang sedikit berbeda, sehingga kurang lebih menjadi seperti berikut:

- Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain.

- Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita.

- Tepa salira adalah toleransi + tenggang rasa

Contoh:

- Orang yang toleransinya tinggi biasanya adalah orang yang pemaaf.

- Orang yang tenggang rasanya tinggi biasanya selalu berhati-hati dalam tindakannya.

Ilustrasi:

Terlalu toleran disebut permisif, tidak punya toleransi disebut fanatik. Sedangkan terlalu tenggang rasa disebut paranoid, dan tidak punya tenggang rasa disebut cuek atau ignorance.

Ilustrasi:

Selanjutnya egois adalah bila tenggang rasa lebih kecil dari toleransi (Egois ≈ Tenggang rasa < Toleransi), maka didapatkan kombinasi sebagai berikut:

Ilustrasi:

Dari gambar di atas terlihat bahwa bidang yang baik adalah segi empat di tengah, dimana seseorang mempunyai kadar toleransi dan tenggang rasa dalam batas-batas normal. Garis batas normal adalah yang berlaku di masyarakat terkait (kumpulan individu, bukan per individu). Dan segitiga yang sebelah atas adalah lebih baik baik karena termasuk dalam normal tanpa egois, dimana tenggang rasa seseorang lebih besar dari toleransinya. Orang seperti ini biasanya tidak menimbulkan masalah dengan lingkungan sekitarnya.

Sedangkan segitiga normal sebelah bawah adalah normal egois. Orang atau kelompok yang berada di bidang ini cenderung melakukan tindakan-tindakan yang kurang bertenggang rasa dengan lingkungan sekitarnya. Dan karena masih berada dalam batas normal, biasanya mereka bersikeras membenarkan perbuatannya dengan dalih hak asasi manusia, atau bahwa yang mereka lakukan tidak bertentangan dengan hukum. Sayangnya, yang seperti ini semakin banyak saat ini, seiring dengan maraknya perilaku cuek di masyarakat. Contoh: berpakaian yang tidak pantas di lingkungan yang agamis, atau mendirikan rumah ibadah di tengah lingkungan agama lain.

Para provokator biasanya mempraktekkan ilmu aksi-reaksinya di ujung batas area normal egois ini. Mereka melakukan aksi provokasi dengan perhitungan bahwa pasti akan timbul reaksi dari pihak yang terprovokasi, dimana reaksi tersebut akan berada di luar area normal. Dengan demikian pihak yang bereaksi inilah yang nanti akan dipersalahkan. Maka jelas tindakan para provokator ini adalah termasuk tindakan kriminal, biarpun masih berada di area normal.

Dan yang harus diwaspadai adalah yang berada di ujung bidang kiri bawah, karena kemungkinan besar disinilah berada bibit-bibit terorisme.

Referensi : Kompasiana.com


Artikel Terkait:

0 comments:

Posting Komentar

Berikan Tanggapan Anda Disini..

Site search

    My Book Collection

    Link Exchange

    Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali javascript:void(0) Suliswanto
    Flag Counter

    Follow This Blog

    Total Penayangan